Jumat, 12 Oktober 2012

Seri Cerita Wow - Petualangan Mahiba ANN Jateng (Part 1)

Aku terbangun ketika Hp disebelahku terus mengaung-ngaung. Dengan malas kuambil benda kecil ini. Mata yang masih setengah watt kupaksakan untuk mengamati. Beberapa SMS baru berjubel disana. Aku kuakkan satu persatu dengan lesu. Ada satu pesan yang sedikit menyentil Hatiku.

Penglihatanku kusetir menuju jam yang tergantung di dinding. Betapa kagetnya aku saat itu. Sudah Pukul 09:45. Kembali ku baca SMS tadi. Bak dikejar angin tornado, aku segera berlari sekencang-kencangnya. Kulemparkan Hp-ku begitu saja.

Begitu sampai di ambang pintu, mataku segera bergerak lincah kesana-kemari. Tak lama, sudah kutemukan apa yang kucari. Handuk hijau yang terbaring di atas jemuran kawat segera aku sambar. Dan sekali lagi aku menganyunkan langkahku secepat kilat menuju kamar mandi.

Sebuah pesan dari manager-ku di nasyid, telah mengusik semua kenikmatanku. Hari minggu yang biasa ku gunakan untuk menonton kartun, bermalas-malasan, dan menulis novel harus berganti dengan berlari-lari tak jelas dalam rumah. Minggu ini, sekali lagi aku mendapat kesempatan untuk mengisi sebuah acara islam di Hotel Pandanaran. Dan yang membuat sebuah badai bak datang kerumahku, adalah aku harus tiba di tempat itu jam 11:00.

Aku keluar dari kamar mandi dengan wajah sumringah. Badanku terasa begitu segar, rasa kantukpun sudah tak hinggap lagi di tubuh. Kembali kuamati jam yang tergantung di dinding ruang tamu, Pukul 10.30.  “tinggal setengah jam lagi.” Ucapku. Segera kupercepat langkahku menuju kamar. Mengganti pakaian, mengambil kostum, membenamkannya ke dalam tas, menata rambutku yang agak ikal, dan sedikit bergaya di depan cermin. 10 menit harus kukorbankan untuk semua hal ini.

Segera aku hidupkan tungganganku. Sengaja kubiarkan ia terus menyala untuk mengaktifkan semua komponen yang semalam asyik terlelap. Begitu suaranya terdengar enak, segera aku tunggangi motor ini. Tak lupa aku berpamitan dengan ayahku yang sedang bersantai di teras, Kukecup tangannya dan kuminta do’a restunya. “mau tampil di hotel Pandanaran.” Ucapku singkat sebelum ayahku sempat bertanya.  Kulakukan hal yang sama pada ibuku yang tengah asyik berbincang dengan tetangga di depan rumah.

Menulusuri kampungku yang tampak begitu lengang ini, membuat hatiku begitu perih. Aku jadi teringat masa kecilku dulu. Dimana kampungku selalu tampak riuh. Aku dan teman-temanku, tak peduli pagi, siang, ataupun malam, bisa bermain tanpa kenal lelah. Mulai dari gobrak sodor, betengang, petak umpet, tekongan, bahkan hanya sebatas kejar-kejaran. Mungkin anak-anak sekarang sudah bosan dengan permainan itu. Mereka cenderung lebih asyik bermain game di dalam rumah. Karena itu terkadang aku juga kesal dengan permainan modern ini.

Perjalananku mulai terhambat ketika memasuki kawasan Fatmawati. Tepat di depan swalayan ADA, aku harus bersusah payah mengendalikan motorku. Mobil, motor, bahkan bus tumpah ruah di jalan yang sempit ini. Belum lagi beberapa kendaraan yang ingin menuju swalayan ini, membuat kemacetan semakin menjadi-jadi. Setelah berjuang keras, akhirnya aku bisa keluar dari suasana ini.

Memasuki jalan Majapahit situasi kembali lengang. Aku manfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya. Aku Pacu Red Dragon, julukan motorku dengan kencang. Sepanjang perjalanan, sang surya tak henti-hentinya menyerangku. Menembakkan sinarnya yang panas ke seluruh tubuh. Bahkan jaket yang kukenakan tak sanggup membendung serangan ini. Justru ia seperti bekerja sama dengan matahari, membuat tubuhku semakin kegerahan. Angin pun tampaknya bingung harus memihak ke siapa. Ia terkadang meniupkan hawa segar pada diriku, namun ia pun dengan sengaja melemparkan debu dan butiran pasir ke wajahku. Untung saja aku memakai pelindung, kalau tidak mataku pasti sudah kerepotan melawan serangan ini.

Sampai di daerah pandanaran, kukumpulkan konsentrasiku. Sembari mengendalikan kendaraan, aku amati wilayah kananku. Mataku terus memburu kesana-kemari, bak seekor singa yang sedang mengamati mangsanya. Sesekali kuarahkan pandanganku lagi kedepan. Berjaga-jaga agar tak menabrak kendaraan lain. Setelah melewati Traffic light, ketemu juga tempat yang kucari-cari. Tepat seperti kata kakak Iparku, di kanan jalan.

Sekarang di depan mataku terhampar Bangunan yang tinggi dan mewah. Begitu sampai disini, aku malah bingung sendiri harus berbuat apa. Ingin masuk, tapi tak tahu acaranya di lantai berapa. Kalau tak masuk, lama-lama kulitku akan matang terpanggang sinar matahari. Kuputuskan untuk menghubungi salah satu temanku, Irfan.

Jariku segera menari ligat di atas tuts. Menekan dengan cepat nomor milik temanku. Tut. Tut. Tut. Bunyi halus dari nada tunggu ini mengalun lembut di telingaku. Semenit kemudian suara Irfan terdengar disana. Aku segera menanyakan semua informasi yang kubutuhkan. Namun suara desau angin begitu mengganggu pembicaraan ini. Aku tak bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Irfan. Karena kesal, kumatikan telepon ini.

Kembali aku menjadi patung selamat datang untuk hotel ini. Duduk berdiam diatas motorku sambil menatap tak jelas ke jalan raya. Hp-ku kembali bergetar. Secepat kilat aku gapai si kecil ini. Dan kubaca dengan begitu tak sabar. Sebuah SMS dari Irfan.

“Aku di Lobby hotel.”

Seutas senyum kembali terbit di wajahku setelah membaca pesan ini. Segera kujalankan Red Dragon menuju tempat parkir. Tak butuh waktu lama bagiku untuk menjangkau tempat ini. Begitu memastikan motorku aman, aku ayunkan kakiku perlahan menuju lobby hotel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ramada, Iie', Sieben, De Cis, Faza, Awan, N'Fe, Nada, Mahiba, Syahdu, Alief, Majesty, Naufal, I~Five, Trio Baik Hati, Redi. We are ANN Jateng...

Posting komentarmu di bawah ini...^^