Chicken Soup-nya ANN Jateng Edisi Spesial Awan
Volume 4: Kisah Didik Awan (Choir 1)
Saya melihat Didik sebagai sosok munsyid yang biasa saja. Kadang jelek malah, ho ho ho. Selayaknya manusia, tentu ada kekurangan dan kelebihan yang terkalkulasi dalam penilaian saya tentangnya.
Sebagai munsyid, saya akan dengan mudah memaparkan kelemahan bernasyid pria berdarah Temanggung ini. Suaranya masuk kategori marginal (walah, istilah apa pula itu?), kalau jadi choir sering fals, belum lagi seabrek yang lain. Kalau dilihat dari sisi itu saja, rasanya tidak percaya dia hadir di sebuah tim yang beranjak ke dakwah nasional. Bahkan, seorang dosennya sendiri kebingungan, kenapa sosok ini dapat menembus sebuah kompetisi tarik suara stasiun televisi nasional.
“Suara kayak gitu kok bisa masuk,” kurang lebih begitulah celotehan Pendidik itu.
Itulah nasyid: ladang dakwah yang dibuat dari campuran vokal, perfom, kepribadian, dan semangat menyebarkan kebaikan. Selalu ada tempat buat mental entertain sekuat baja seperti Didik. Kegigihannya maju terus, sambil memperbaiki diri, membuat Didik terus hadir di Awan.
Dari semua pancarannya, yang membuat saya takjub adalah kasih sayangnya pada orang tua. Sebagai anak pertama, baru saja lulus S1, punya tanggungan adik kembar, tentu beban moral yang ditimpakan padanya amat besar. Kok memilih nasyid, bukannya langsung kerja? Saya yakin begitu banyak pertanyaan itu terlempar padanya.
Tapi, semuanya terjadi karena Allah meneguhkan hati orangtua Didik untuk memberi restu bernasyid. Restu itu memantikkan percikan kebaikan. Pengorbanan yang tiada sia untuk seorang anak berbakti itu.
Sungguh, saya tahu gejolak pemuda baik ini untuk membahagiakan kedua orang tua. Beberapa kali dia bercerita bahwa selama di perantauan, dia sering menyimpan cerita hal-hal tidak enak, hanya karena tidak ingin orangtuanya cemas. Sang Ibu punya gejala darah tinggi, yang membuatnya tidak boleh terkejut.
Dia juga berjuang untuk memberi kebanggaan kepada orangtuanya dengan bermimpi meneruskan S2 dengan jalur beasiswa. Beberapa kali dia melisankan tanya tentang prosedurnya kepada saya.
Sungguh, saya juga tahu betapa kompak dan dekatnya dia pada orangtuanya. Batin saya terkekeh, manakala dengan pede-nya di depan panggung berkata Didik “I Love You” pada ayah-ibunya yang tengah menonton.
Kini Sepasang Pemantik kebaikan itu tentu bangga. Didik hadir di sebuah kompetisi tarik suara nasional, dengan label nasyid lagi. Sang Ayah sempat berurai protes, manakala sang anak berpenampilan rada aneh di show pertama mereka. Sama seperti yang ia rasakan.
Tapi, dibalik semua itu, saya tetap bangga. Seorang anak gaul gila getho, akhirnya makin dekat pada-Nya dengan perantara nasyid (Satu hal yang membuat saya bangga dengan ANN Jateng karena keberagaman latar munsyid. Dari yang baru belajar sholat sampai dengan ikhwan tulen, ada. Bukan tempat baik, tapi tempat belajar baik ^_^).
Perlu proses bagi Didik untuk menjadi munsyid baik luar dalam. Tapi hadirnya Sepasang Pemantik Kebaikan, membuat tegar langkahnya disana. Saya yakin, Didik pun tak akan menyia-nyiakan mereka. Amin.
Terakhir, saya hanya berlisan, bila ingin melihat Sepasang Pemantik Kebaikan itu makin bangga dengan kiprah Didik, sudilah mengetik SI (spasi) AWAN dan mengirimnya ke 9910.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ramada, Iie', Sieben, De Cis, Faza, Awan, N'Fe, Nada, Mahiba, Syahdu, Alief, Majesty, Naufal, I~Five, Trio Baik Hati, Redi. We are ANN Jateng...
Posting komentarmu di bawah ini...^^