Rabu, 19 Januari 2011

Opini Cihuy Edisi 1

Suara Indonesia, kompetisi berbau industri. Munsyid dan nasyid lovers harus bagaimana?

“Berlomba-lombalah dalam hal kebaikan” Tentu rangkaian kalimat itu sudah melekat kuat dalam benak seorang muslim, tak terkecuali para munsyid. Ajang kompetisi nasyid akhir-akhir ini sering diadakan. Satu diantara sekian banyak yang paling prestise di ujung tahun 2010 adalah Suara Indonesia. Kompetisi berbau industri ini memberikan 6 kursi bagi tim nasyid (Sebagian menyebut hanya 5 tim nasyid). 10 % dari total peserta babak grup.

Sebagian pihak menyatakan ajang ini tidak usah dianggap sebagai sebuah kompetisi. Anggap saja sebagai sarana menyebarkan pesan kebaikan. Pernyataan kedua oke. Tapi, pernyataan pertama rasanya gimana gitu. Soalnya sudah hukum alam, bahwa seringkali sesuatu bidang akan maju, manakala kita menemukan pesaing. Alam bawah sadar kita akan menuntun untuk berkreasi, memberikan yang terbaik untuk dakwah, memacu diri sendiri manakala melihat tim lain mampu berbuat hebat dalam penyampaian pesan kebaikan. Lihatlah Bank syariah, Sekolah Islam Terpadu, Lembaga Zakat sebagai contohnya. Selama tidak diliputi penyakit hati, oke-oke saja. Meskipun makin tinggi prestise sebuah ajang, sesungguhnya daya tahan munsyid terhadap berbagai godaan harus semakin tinggi pula.

Lantas bagaimana, lha wong industry pertelevisian kita masih tabu dengan nasyid. Apalagi peserta disana tidak hanya nasyid lho ya, ada grup vocal yang berbasis agama lain, peserta umum, dan lain-lain. Heterogen gitu. Tentu hal-hal berbau agama, selain di bulan Ramadhan, porsinya cukup terbatas. Sebagian suara keukeuh dengan statement kudu nasyid. Namanya juga tim nasyid. Sebagian lain cukup toleran dengan meminta tim nasyid membawakan lagu-lagu universal. Pernyataan pertama oke. Pernyataan kedua oke. Yang tidak oke adalah manakala tim nasyid bernyanyi keluar jalur, trus membela diri dengan berbagai alasan seperti tidak ada pendampingan dan sebagainya (alasan itu tidak mungkin, karena minimal pasti ada pelatih).

Saat tim sudah masuk Suara Indonesia, tanggung jawab permulaan sebenarnya tidak hanya pada personil tim. Saat Awan, Pelangi atau Fatih disebut sebagai peserta, berarti ada beberapa elemen seperti pelatih, pembina, dan tim itu sendiri, yang menjadi bagian kompetisi. Oleh karena itu, stop mencerca suatu tim, yang dianggap keluar jalur. Otak dari tim di awal Suara Indonesia ini justru pelatih, manajemen, atau pembina. Jangan terkagum sekaligus terharu dengan aksi Pelangi saja. Sebagai pencinta nasyid, penulis menahan air mata haru justru karena hebatnya sang pelatih/pembina membuat Pelangi istiqomah. Penulis ingin ketemu Pelangi, tapi penulis lebih ingin bertemu dengan pembinanya. Penulis ingin ketemu Fatih, tapi penulis lebih ingin ketemu Mas Era. Penulis ingin ketemu Awan, tapi penulis lebih ingin ketemu KK Alif dan KK Aris (Alah, kalo yang ini sering he he. Lebay dot com)   

Lantas munsyid harus bagaimana disini? Masuklah kedalam kompetisi, tapi tidak terwarnai, justru mewarnai dengan sesuatu yang baik. Pilih nasyid, yang sekiranya bisa diterima. Gak bisa bernasyid, setidaknya pilih lagu universal. Itu jika teman-teman mau meminta dukungan dengan nasyid lovers. Ada banyak lagu seperti lagu Ebiet G. Ade, Iwan Fals, Rhoma Irama, yang punya stok lagu universal. Jika takut kekuatan nasyid lovers tidak cukup kuat, tentu ada pilihan melepas gelar tim nasyid dan menyanyikan lagu-lagu cihui versi kalangan non-nasyid. Konsekuensinya, teman-teman menyia-nyiakan kesempatan menampilkan yang terbaik saat bergelar nasyid. Takut yang terbesar sesungguhnya adalah takut karena sudah diberi kesempatan Allah untuk menjadi pejuang di kompetisi ini, namun kita berubah haluan hanya karena tidak ingin tereliminasi.

So, buat nasyid lovers, dukung atau tidak? Tergantung anda memandang ajang ini bisa untuk syiar lebih luas atau tidak. Faktanya, di sebagian wilayah/organisasi, misal di ANN Jateng (yang punya anak/munsyid banyak) dan Jogja (mungkin), meminta partisipasi dukungan jauh lebih sulit. Karena tidak hanya faktor dia tim nasyid atau bukan, tetapi dilihat juga seberapa besar partisipasi mereka untuk mengembangkan junior-junior nya dalam bernasyid tanpa terhambat alasan ketidakmampuan atau sibuk ini itu.

Walaupun demikian, kami sangat merekomendasikan untuk mendukung mereka. Beberapa kompetisi sebelumnya, selain menghasilkan tim aji mumpung, menghasilkan juga tim yang mampu istiqomah. FNI 1 menghasilkan Zukhruf, Launun, Fatih, Senandung Hikmah, Alveoli. FNI 2 menghasilkan misalnya Messiu yang kini regenerasi menjadi Awan. FNPI 2 menghasilkan misalnya Sigma, Awan, BMV. Ada juga THE CS, Syahdu, atau Sintesa yang dulunya juara regional. FNPI 3? tunggu jawabannya tahun depan.

Mungkin bisa jadi ada statement : “Gak usah dukung SMS-SMS gitu. SMS dukungan bisa aja gak masuk karena loading lama”. Analogi yang jika dikaitkan dengan Palestina : “gak usah bantu Palestina, karena bantuan tidak akan nyampe gara-gara blockade Israel”, akan menjadi sangat aneh dan lucu sekali.

So (lagi), buat nasyid lovers selamat mendukung (atau tidak mendukung). Yang penting ukhuwah tetap terjaga ^_^. Kalo kita? Wah manajemen ANN Jateng siap-siap beli pulsa. Rencana mau dukung tim-tim istiqomah niy ^_^. Trims berat buat Suara Indonesia yang sudah meloloskan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ramada, Iie', Sieben, De Cis, Faza, Awan, N'Fe, Nada, Mahiba, Syahdu, Alief, Majesty, Naufal, I~Five, Trio Baik Hati, Redi. We are ANN Jateng...

Posting komentarmu di bawah ini...^^