Rabu, 19 Januari 2011

CS 2/1: Kuusap GRANDMAX Kudapat GRANDMAX

Chicken Soup-nya ANN Jateng Edisi 2 “ The Miracle of Pray and Love”
Volume 1: Kuusap GRANDMAX Kudapat GRANDMAX

Sudah lama rasanya Aris, sang CEO ANN Jateng, memimpikan sebuah mobil untuk transportasi para munsyid ANN Jateng. Kian sering ia melihat munsyid binaannya kehujanan dan kepanasan menuju tempat tampil, kian kuat pula mimpi itu. Psikolog itu sangat yakin jika impian itu akan terwujud.Dia menyimpan prasangka baik ini disebuah bagian hati merah tuanya. Entah bagaimana alur cerita mendapatkannya nanti, tapi dia yakin 110 %, bahwa Allah tergantung prasangka hambaNya.


Suatu hari, lelaki berkulit putih itu berkunjung ke relasi. Pak Darminto, namanya. Sebuah mobil Grandmax berwarna silver terpajang indah di halaman rumah Pak Darminto.


“Ah indah nian mobil ini,” batin Aris. Mobil berbentuk kotak berukuran jumbo itu sukses besar memukau C.E.O ANN Jateng itu. Dipandangnya sisi dalam kendaraan berselimut warna silver itu. Luas. Demikian kesimpulan akhir pria bermata sipit ini. Pasti cukup untuk menampung The CS atau Sieben yang berpersonilkan banyak kepala. Biola dan keyboard Syahdu pun tak akan terasa menjajah ruangan mobil, jika dimasukkan dalam mobil kotak ini.


Grandmax silver itu tetap jumawa menebarkan pesonanya. Membuat hasrat Aris kian kuat. Diusapnya benda itu, layaknya seorang ayah mengelus buah hatinya.


“Ya Allah, berikanlah ANN mobil seperti ini,” syahdu kalimat itu meluncur dari bibir C.E.O ANN Jateng ini. Penuh harap dan keyakinan, doa itu terlisankan.


“Ris,” Pak Darminto memanggil. Aris tersenyum. Pelan ia melangkah mendekati lelaki paruh baya itu.

 
* * * * * 

Hari ini berjudul indah. Aris sedang menjalankan suatu alur marketing “rapport”, yang bisa juga diartikan menjalin keakraban dengan relasi. Kali ini Mas Marno, yang menjadi target “rapport” beliau. Entah bayu dari mana yang berbisik pada Mas Marno, tiba-tiba lelaki itu melontarkan sebuah kejutan besar.

“Mas Aris, kalo saya investasi mobil di nasyid gimana?” tawar Mas Marno spontan.


“Ah, Mas Marno becanda,”


“Nggak, beneran niy,”


“Ya boleh-boleh aja. Tapi saya gak mau lho kalo mobil-mobil biasa, maunya yang besar Mas. Soalnya biar bisa nampung sound dan tim nasyid sekalian,” ujar Aris dengan nada bercanda.

“Okelah kalo begitu,”

* * * * *


Siang masih tak bolong. Lazuardi terukir indah di atap dunia. Aris masih tersenyum-senyum sendiri. Bukan karena tingkat kewarasannya yang mulai di ambang batas normal, tetapi dia masih merasa senang dengan guyonan Mas Marno kemarin. Mas Marno tau aja kalo aku memimpikan mobil buat ANN, batin Aris.


Kring…handphone Aris, yang modelnya lumayan up date, berbunyi. Tertulis panggilan Mas Marno disana


“Assalamualaikum. Piye mas (gimana mas), ada yg bisa dibantu?”


“Eh Ris, kapan ke rumahku? Niy mobilnya udah aku beliin. Sesuai permintaan kamu kemarin. Mobil yang gede kan?”


Jgerrr! Tiba-tiba seperempat bumi ini terasa runtuh. Mulut Aris terlongo. Jikalau ada pisang goreng yang dilempar ke mulut itu, niscaya akan masuk (kalo yang ini hiperbola ) dengan sempurna.


“Halo…halo…Ris…masih disana kan?”


* * * * *


Mobil itu terparkir anggun di halaman rumah Pak Darminto. Sang empu rumah terperangah. Mobil itu sama persis dengan mobilnya. Sama-sama Grandmax, sama-sama Silver.

“Lho Mas Aris, mobil baru kok gak bilang-bilang? Selamat ya Mas,” ujar Pak Darminto. Aris, yang berniat silahturahmi, menyambut ungkapan tulus itu dengan senyum.
“Alhamdulillah, Pak,”
“Kok bisa cepat gitu dapat mobil?” tanya Pak Darminto. Aris terdiam sejenak. Mencoba menemukan formula jawaban yang pas.

“Mmm, ceritanya lucu Pak. Sebenernya beberapa waktu lalu, saya ngelus mobilnya bapak. Trus saya berdoa minta sama Allah agar diberi mobil yang sama buat ANN. Sungguh luar biasa, Allah memberi yang sama persis dengan bapak, melalui investasi Mas Marno,” tutur Aris perlahan. Sepasang telinganya telah siap mendengar tertawa ngakaknya Pak Darminto. Tapi hening. Tiada tawa dari mimik wajah lelaki paruh baya itu. Sebaliknya, wajah itu menampakkan raut terperangah.


“Waduh, kok mirip kisahku ya?”


“Lha emang kisah Pak Darminto gimana?”


“Dulu pas saya belum sukses, tanah rumah yang saya tempati ini punya seseorang, Mas. Tapi gak dipake. Akhirnya, setiap pagi saya berjalan melewati tanah ini. Saya membawa segenggam tanah dari pekarangan rumah saya dulu, sambil berdoa ya Allah semoga tanah ini menjadi milikku.”


“Trus…?”


“Ya…akhirnya seperti yang mas Aris lihat. Tanah rumah ini menjadi milik saya,” Ujar Pak Darminto tersenyum.


“Kok bisa ya?”


“Bisa Mas Aris. Bukan karena ritual melempar tanahnya, itu hanya pemotivasi saya pribadi saja, biar semangat cari duit. Tapi karena doa kita yang tulus dan sungguh-sungguh pada Allah.” jelas Pak Darminto.


“Allahuakbar,” lirih batin Aris melafazkan kata magis itu. Sungguh, Allah Maha Mendengar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ramada, Iie', Sieben, De Cis, Faza, Awan, N'Fe, Nada, Mahiba, Syahdu, Alief, Majesty, Naufal, I~Five, Trio Baik Hati, Redi. We are ANN Jateng...

Posting komentarmu di bawah ini...^^